Mati itu dekat

Hari ini saya mendapat kabar duka. Salah seorang tokoh masyarakat di Desa kami meninggal dunia. Dilihat dari usia, beliau belum cukup tua. Kisaran usia 50 tahunan. Dan masih sangat aktif semangat menebar kemanfaatan.
Beliau salah satu tokoh masyarakat yang punya andil besar untuk kemajuan desa. Menjabat kepala desa selama dua periode. Dan menunjukkan kerja nyata dengan gebrakan yang memajukan masyarakat desa. Sehingga desa kami yang pelosok jadi terkenal. Menjadi desa yang mandiri dan berswasembada. Memanfaatkan lingkungan alami untuk dikembangkan sebagai desa wisata.
Sebagai bapaknya orang sedesa, beliau juga aktif dalam berbagai kegiatan social. Terutama tentang lingkungan dan kehutanan. Menjabat sebagai ketua di berbagai organisasi, baik tingkat local daerah ataupun nasional. Tokoh besar dari desa, yang tumbuh dan besar untuk memajukan desa.
Duh, saya tetiba langsung teringat tentang kematian. Ada rasa takut menyelinap di hati. Ya Allah, bagaimana kalau saya mati. Apa yang sudah saya siapkan untuk bekal kembali kepadaMu. Mempertanggungjawabkan semuanya di hadapanMu.
Beliau yang saya kisahkan ini jasanya banyak, karyanya juga banyak. Banyak kemanfaatan yang telah dibuatnya. Beliau dihormati dan disegani masyarakat. Dan nyata benar hasil kerjanya di masyarakat. Tetapi, atas kehendakNya pula dengan mudah beliau kembali padaNya.
Lalu apalah saya ini jika dibandingkan dengan beliau, tidak ada seujung kukunya. Semakin kesini semakin sadar, bahwa setiap manusia itu akan meninggal. Tidak memandang itu orang kecil atau orang besar. Orang kaya atau miskin, orang berpengaruh atau orang biasa macam saya. Semuanya punya masanya masing-masing.
Usia, tidak ada yang tahu batasannya. Intinya jatah hidup kita semakin hari semakin berkurang. Semakin sedikit waktu untuk mempersiapkan bekal. Padahal banyak hal yang harus dipersiapkan untuk kembali padaNya, tetapi sering kali kita lupa dan mengabaikannya. Dengan alasan aku masih muda, masih banyak waktu untuk memperbaiki diri. Banyakin ibadahnya nanti, kalau sudah tua. Banyakin amalnya nanti kalau sudah kaya.
Itu beberapa pikiran yang sering terlintas di kepala saya, tapi mungkin tidak terlintas di kepala anda. Terlalu naif memang untuk mengakui bahwa kita itu sebenarnya sombong. Bahkan seringkali sombong dihadapan Tuhan. Merasa tahu, jatah umur kita. Merasa bisa merencanakan keidupan kita sendiri.
Yang kita punyai adalah titipan. Seperti halnya tukang parker, Cuma menjaga titipan itu sementara. Ketika yang punya memintanya apa mau dikata. Kita harus memberikannya. Karena yang punya hak adalah pemiliknya, dalam kaitannya hal ini, pemilik sesungguhnya adalah Allah SWT.
Tidak ada yang salah, jika kita membuat target dalam hidup. Menyusun rencana untuk sebuah pencapaian di dunia. Kemudian berusaha untuk mewujudkannya. Tidak salah pula jika kita bekerja keras untuk meningkatkan kesejahteraan hidup, demi masa yang akan datang. Demi masa depan anakanak kita dan ahli waris kita. Karena meninggalkan keturunan yang kuat adalah lebih utama. Baik kuat fisiknya, mental ataupun secara finansial.
Mengutip apa yang pernah disampaikan guru saya, “dakwah pada era sekarang lebih mudah dengan harta dari pada dengan ilmu, semakin hari orang semakin menghormati orang lain karena hartanya, bukan karena ilmunya. Bekalilah dirimu dengan ilmu agar kamu tak ikut keblinger. Dan berusahalah menjadi orang yang berharta agar lebih mudah jalan dakwahmu.”
Toh, memang sudah menjadi kenyataaan saat ini. Kiai yang kaya lebih dihormati dari pada Kiai yang sederhana. Lebih banyak dipuja dan diciumi tangannya. Karena sudah eranya seperti itu. Berpedoman dengan dasar yang benar dan memegang teguh pedoman itu adalah salah satu keamanan untuk menjaga diri dari godanya dunia. Ada hadits nabi yang mempunyai arti, “Bekerjalah secara sungguh-sungguh, seakan kamu hidup selamanya. Dan beribadahlah secara sungguh-sungguh seakan kamu mati esok hari.”
Banyak yang mengingatkan, bahwa kematian itu dekat sekali dengan kita. Tetapi memang hal baik banyak sekali ujiannya. Kesibukan dunia seringkali menjadikan diri mengabaikan urusan akhirat. Menunda-nunda sholat karena nanggung mengerjakan tugas. Menunda sedekah karena mau nabung beli motor baru. Menunda tekun ibadah karena masih muda. Dan berbagai alasan yang lain.
Ingat kata orang bijak, letakkan dunia di tanganmu dan akhirat di hatimu. Jangan sebaliknya. Dunia kamu bela mati-matian, akhirat kamu abaikan. Harta yang dibawa mati hanya beberapa lembar kain kafan. Harta yang sesungguhnya adalah harta yang telah kamu jariyahkan.
Ngeri juga kalau membayangkan malaikat maut dating. Ya Allah semoga kita dimudahkan dalam menghadapi kematian, dan menjadi bagian yang khusnul khotimah. Bagian orang-orang yang selalu mengingat kematian, dan bersegera untuk melakukan kebaikan. Aamin…..
Kali ini saya benar-benar semakin mlempem, sebagai remahan rengginang dipojokan toples yang tak ada nilainya. Allahu akbar

0 Response to "Mati itu dekat"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel